Aku, Kenangan, dan Sahabat (1)


Bagaimana perasaanmu saat seorang gadis yang selama ini sudah kau anggap seperti adik sendiri, kau perlakukan dengan baik dalam batas yang dibolehkan adat dan syariat, tiba-tiba mengajukan tanya yang menurutmu ibarat sinyal suar yang berkedip pelan, tetapi nyata.  

Engkau tahu bahwa dia berharap sesuatu yang lebih dari sekadar menjadi sahabat dan sebatas saudara, tetapi karena lembutnya hatinya, tanya itu begitu samar dan hati-hati.
Apa adil, kita menghapus jejak-jejak kenangan yang berpijak di ingatan? 
Apa bijak kita mengharap dan menuntut sesuatu yang lebih indah dari sekadar sebuah persahabatan? 

Tanya yang dilontar dengan sorot mata sarat asa, menempatkanku pada situasi yang dramatis dan penuh dilema. Dihadapkan pada sepenggal tanya dari seseorang yang kau kenal dengan karib, seorang perempuan muda yang beranjak dewasa, saat kau juga bukan lagi seorang pemuda tanggung. 

Apa yang akan kau lakukan bila mendapat soal seperti itu? Dia yang bertanya, tak akan kuberitahukan namanya kepadamu. Sebab mungkin saja engkau akan dengan mudah mengenalinya bila namanya kusebut. Kita sapa saja dia dengan inisial R. 

Seseorang yang telah kukenal dan mengenalku tiga tahun silam, sejak dia masih mahasiswa baru, dan belum punya banyak kawan di kampus. Tetapi akhirnya kami sering kuliah bareng akibat kemalasanku masuk kelas di semester-semester awal. 

Dia yang saban hari mengingatkanku jadwal kuliah, meminjamiku catatan akuntansi dan manajemen keuangan, dua mata kuliah yang jarang aku masuk. Bahkan membuatkanku salinan catatan kuliah jelang ujian tengah semester. Dia pula yang menjadi penggerak kepengurusan keputrian musala di fakultas saat aku yang menjadi ketuanya.

Melihat ciri-cirinya, engkau mungkin sudah mulai menebak-nebak, siapa sebetulnya R ini. Karenanya, aku tak akan berpanjang kata, sebab kian aku mengumbar berbagai hal tentangnya, engkau akan bisa segera mengenalinya. Cukup aku saja yang mengetahui betul siapa dia. 

Aku menceritakan perihal tanyanya itu kepadamu, hanya agar engkau bisa mengambil pelajaran, tak menutup kemungkinan, engkau akan mendapatkan tanya serupa dari seseorang yang juga kau anggap adik atau saudara.

Membaca tanya yang dilontarkannya via short message system (SMS), aku terhenyak. Kuatur nafas, kupinta jeda untuk menentukan jawaban. Awalnya, aku memilih untuk tafakur, meski begitu susah untuk memusatkan pikiran, maka kuputuskan untuk meminta pendapat kawan.

Oh ya, saat itu belum ada facebook messenger, apalagi aplikasi berbagi pesan seperti whatsapp dan telegram. Maka aku hubungi beberapa kawan yang juga koleganya, juga melalui SMS, siapa gerangan yang bisa memberiku tanggapan penenang. 

Rencanaku selanjutnya, bila jalan ini pun tak membuahkan hasil, pilihan terakhir, aku akan mengadu pada Tuhan, perihal peliknya perasaan ini membelit hati, salat istikharah. Ini mungkin akan menjadi kesempatan pertamaku menggunakan hak istimewa bertanya pada Tuhan sekaitan dengan kepentinganku yang sangat pribadi dan sepertinya agak lebai.


Muhammad Kasman. CEO Sindikasi Pena Hijau


Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4

Aku, Kenangan, dan Sahabat (1) Aku, Kenangan, dan Sahabat (1) Reviewed by adminisme on 11/12/2024 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.