Aku, Kenangan, dan Sahabat (3)


Saat mataku berselancar pada untaian kata di muka 337 dari 626 halaman yang disajikan Matsuoka, sepenggal kalimat yang dipatri italic, membetot perhatianku. Berikut kalimatnya: Lord Genji berkata, “Yang diramalkan selalu terjadi dengan cara yang tidak diramalkan"

Apakah menurutmu kalimat ini begitu cerdik? Menurutku, itu sama saja dengan mengatakan tak ada ramalan yang meleset, hanya cara perwujudannya yang masih tetap misterius. Bagaimana menurutmu? Tapi tunggu dulu, tak usah engkau tanggapi, sepertinya ada pesan baru yang masuk ke telepon genggamku.

Rupanya, Iman yang mengirimiku pesan, lumayan panjang pesannya, tak kurang dari 59 kata yang tersusun di sana, cobalah membacanya dengan saksama, siapa tahu engkau bisa membantuku menguraikan maksud yang hendak dia sampaikan.

Sungguh sebuah pertanyaan yang sulit. Kita tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa apapun dia, jika sudah tertulis sebagai kenangan, entah itu indah atau buruk, pasti takkan lekang dari memori dan berusaha melupakannya merupakan wujud ketidakberanian menghadapi yang lebih dari itu. Berharap adalah bahasa dari hati, tapi menuntut yang lebih, saya rasa kurang bijak, kecuali ada ikrar di masa lampau.”

Engkau paham maksudnya? Sebelum engkau lanjut, mungkin keterangan tentangnya bisa sedikit membantu. Iman ini teman seangkatan kuliah yang selalu merasa diri lebih dewasa. Dia bisa menunjukkan simpatinya sebagai sesama lelaki, meski sesungguhnya dia tak kalah lugunya dibanding aku dalam hal hubungan dengan para gadis.

Selepas jawaban Imam, berturut-turut masuk pesan dari Sita dan Wandi, keduanya junior di fakultas. Mereka ini sepasang kekasih yang saban hari aku nasehati agar bisa menjaga diri, kalau perlu memutuskan hubungan yang tak jelas dasarnya itu. Aku kadang memberi mereka pilihan: putuskan, atau halalkan.

Meski mereka belum mengambil pilihan, tapi minimal mereka tak lagi seliar pasangan pacaran lainnya. Mereka juga tak merasa jengkel bila selalu kutegur, mereka malah kian rajin membantuku bila kuperlu. Mereka benar-benar sahabat. 

Puitis banget! Pengalaman pribadi ya? Kenapa kiq, Kak? Ada masalah ya? Tapi aku yakin, orang seperti kakak mampu mencari solusi terbaik, orang cerdas kok! Kan senior andalan? Kak, jangan lupa tahajjud dan adukan segalanya kepadaNya.” Tulis Sita.

Tapi kok pesannya terasa mengungkapkan kecurigaan bahwa itu merupakan pengalaman pribadiku? Kenapa dia menebak begitu? Apa memang aku terlalu polos dan tak bisa menyimpan rahasia? Sita tidak percaya kalau itu merupakan tanya dari seorang sahabat hati. Waduh.

Aku akan mengenang yang baik, kebersamaan yang kukenang dan mengubur yang jelek, memperbaikinya agar nggak terjadi lagi kesalahan pada selanjutnya. Emang kakak sudah bicara serius dengan itu sahabat? Sepertinya ini masalah serius.”

Nah, pesan Wandi juga begitu, jangan-jangan mereka memang telah mendiskusikan masalah ini, baru setelahnya, menjawab pesanku dengan pendapatnya masing-masing? Argh… mereka berhasil membuatku merasa malu. Engkau jangan ikut-ikutan menertawaiku ya.

Daripada makin pusing memikirkan diriku yang dikerjai Sita dan Wandi, mending kulanjutkan mendaras buah pena Matsuoka. Di awal bab 9 pada halaman 391 dengan tajuk ‘Lord Apel’, penulis keturunan Jepang yang menetap di Honolulu ini kembali mengutip perkamen Aki-no-Hashi bertera 1311.

Bangsawan muda itu bertanya, “Bagaimana kudapatkan kata-kata yang tepat untuk mengutarakan perasaan hatiku?” 

“Perasaan paling dalam tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata, tetapi ditunjukkan semata.”

Membaca penggalan ini, aku menjadi bisa merasakan kerumitan R dalam mengungkap perasaannya padaku. Pun demikian denganku, ternyata mengutarakan perasaan hati tak lebih mudah dari menemukan jarum dalam tumpukan jemari. 

Saat diminta mengungkap rasa, setiap jiwa menjadi bisu, mungkin bisa dikatakan demikian, bagaimana?


Muhammad Kasman, CEO Sindikasi Pena Hijau


Bagian 1

Bagian 2

Bagian 4

Aku, Kenangan, dan Sahabat (3) Aku, Kenangan, dan Sahabat (3) Reviewed by adminisme on 11/22/2024 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.