'Guru': (Mina Dzulumat ila Nur- Habis Gelap Terbitlah Terang)
Seiring dengan koreksi substansial, antara BerGURU dan berSEKOLAH ,sebagai dikemukakan Prof. Daniel M. Rosyid, kita juga harus mengembalikan kembali makna yang benar tentang hubungan guru dan murid. Sebab, selama ini dalam UU tentang Pendidikan Nasional, yang dikenal adalah istilah siswa, anak didik, dan peserta didik. Adapun kata ‘Guru’ yang berasal dari bahasa Sankrit dapat dirujukkan kepada makna Qurani pada pengertian transformatif dari frase ‘Mina Dzulumat ila Nur’.
Guru: Agen Transformasi dari Dzulumat ila Nur
(Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju Tuhan Yang Maha perkasa lagi Maha Terpuji (QS Ibrahim : 1).
Dalam bahasa Sansekerta guru berasal dari gabungan dua kata, yaitu gu dan ru. Gu memiliki arti kegelapan dan Ru berarti cahaya. Kedua kata tersebut memiliki arti yang berlawanan. Gabungan kedua kata itu akhirnya membentuk sebuah makna bahwa guru adalah orang yang mampu membawa cahaya dalam kegelapan atau seseorang yang bertugas ‘mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya terang'.
Kalimat ‘min zulumât ilâ al-nûr’ terdapat sebanyak 7 (tujuh) kalimat dan terletak di berbagai surat yang berbeda dalam al-Quran. Kata ‘zulumât’ dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata zulmâtun yang berarti gelap gulita, dan nûr adalah cahaya.
Al-Razi menguraikan dalam ayat ini bahwa ada tiga kata yang menggunakan isti'ârah, yaitu: al-Dzhulumât (gelap), al-Nûr (cahaya), dan al-Shirât (jalan). Kata al-dzhulumât dipinjam dari kata al-kufr, karena menurut al-Razi, kekufuran menyerupai suasana gelap gulita akibat ketiadaan petunjuk (hidayah).
Pada kata dzhulumât dalam Bahasa arab berasal dari kata 'dz-l-m' yang berarti kegelapan. Bentuk jamak dari kata dzulmah yang artinya kegelapan. Penggunaan bentuk jamak menunjukkan adanya berbagai jenis atau tingkat kegelapan. Dzhulumât dalam konteks ayat ini merujuk pada kegelan dalam berbagai bentuknya, baik itu kegelapan fisik, spiritual, atau intelektual. Penggunaan kata dzhulumât dalam bentuk jamak menunjukkan bahwa kegelapan dapat hadir dalam berbagai bentuk dan lapisan, meliputi kekufufran, kesesatan, kebodohan, dan penyimpangan moral.
Penggunaan kata dzhulumât yang jamak kontras dengan kata nûr yang tunggal menekankan bahwa meskipun bentuk-bentuk kegelapan banyak, cahaya kebenaran itu satu dan jelas. Hal ini juga mencerminkan konsep bahwa satu kebenaran ilahi dapat menghapus banyak bentuk kesalahan.
Adapun nur, disebutkan 43 kali dalam Al-Quran. Kata al-nur ialah, pada kata al-Nûr yang berarti cahaya, melambangkan petunjuk, ilmu, kebenaran, dan kejelasan. Kata nur, misalnya, dijumpai pada Q.S. Yunus [10]: 5, Q.S. al-Nur [24]: 35, Q.S. al-Furqan [25]: 61 dan Q.S. Nuh [71]: 16.
Dalam konteks spiritual, al-Nûr mengacu pada wahyu ilahi, bimbingan dari Allah, dan iman. Cahaya melambangkan kedekatan dengan Allah dan penerimaan petunjuknya. Mengacu pada pencerahan rohani dan moral yang dibawa oleh wahyu al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Penggunaan kata al-Nûr yang tunggal menekankan bahwa kebenaran ilahi adalah satu, jelas, dan sempurna. Hal ini menunjukkan kekuatan dan kejelasan cahaya yang dapat menghilangkan segala bentuk kegelapan
Kata ini memiliki berbagai makna di antaranya (1) sinar atau cahaya yang bersumber dari benda yang bersinar atau bercahaya. Sinar ini berlaku di dunia maupun di akhirat. (2) keyakinan terhadap kebenaran dan petunjuk. Biasanya beriringan dengan kata dzulumat, yakni keraguan (min al-dzulumat ila al-nur, dari keraguan atau kegelapan menuju kepada keyakinan atau terang benderang). Sebagian ulama mengartikan nur sebagai keimanan dan dzulumat sebagai bentuk-bentuk syirik.
Makna ketiga (3) adalah pengetahuan, hakikat dan bukti-bukti yang mendatangkan keyakinan dan kemantapan dalam berakidah, menghilangkan keraguan, serta kesesatan dalam berakidah. Makna keempat (4) ialah kitab suci samawi yang menghapus keraguan dan menerangi jalan.
Makna kelima (5), nur bermakna nabi yang datang dengan membawa risalah. Jadi nur bisa juga bermakna kenabian dan agama. Terakhir (6), nur berarti munawwir artinya penerang sekaligus sumber cahaya. Adapun istilah munir bermakna jelas atau terang, kata ini disebutkan enam kali dalam Al-Quran.
Murid: Seseorang yang Berkehendak Kuat
Kata murid (مريد) berasal dari bahasa Arab yang sering diartikan 'seseorang yang berkomitmen' dan akarnya berasal dari kata iradah (keinginan yang kuat dari dalam diri) atau willpower. Kata murid adalah isim fa’il dari kata arada (أراد), di mana mashdar dari kata arada adalah iradah (إرادة, kehendak).
Al Imam Abu al-Qasim Abd al-Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi (376-465 H) dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘Ilm at-Tashawwuf, menjelaskan tentang iradah. Murid adalah seseorang yang memiliki kehendak meniti jalan menuju Allah SWT, sebagaimana seorang alim yang memiliki ilmu untuk menguatkan kealimannya. Kehendak yang kuat itu menjadi semacam muqaddimah dalam menjalani perjalanan panjangnya hingga kelak bertemu Allah SWT.
Hadirnya iradah membawa seseorang untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan awam menuju orang-orang yang khusus. Bentuk hijrah ini pada hakikatnya adalah bentuk kebangkitan hati dalam pencarian Al-Haqq karena telah terjerat cinta hanya kepada Allah ﷻ. Kebangkitan hati yang mendorong secara zhahir menikmati latihan-latihan mujahadah, khususnya dalam melawan hawa nafsunya, sehingga siap dibebani dengan berbagai kesulitan dan kelelahan dalam kehidupan ini.
Murid adalah Sang Murod
Di samping kata murid, juga ada kata murad. Menurut Imam al-Junaid, jika murid adalah seseorang yang berkehendak (subjek), maka murad adalah seseorang yang dikehendaki menjadi murid, atau agar berkehendak (objek). Maka, marilah kita hadirkan pribadi-pribadi yang memiliki kehendak mendapati keridhaan Allah SWT semata, sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-An’am [6] ayat 52.
Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim. (QS al An’am : 52)
Perguruan: Mencegah Tindakan Dzalim
Zalim dalam bahasa Arab berarti dzalama yang artinya gelap. Orang zalim adalah orang yang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya seperti orang dalam kegelapan. Kata ini juga biasa digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan atau tidak beradab. Kedzaliman yang telah menjadi karakter sebuah bangsa atau kaum, akan mendatangkan bencana dan azab.
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih.” (QS Asy Syura: 42).
Kezaliman akan mendatangkan bencana dan malapetaka. Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 45 bahwa “Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh bangunan-bangunannya dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya).”
Dalam QS.Ibrahim : 42, artinya: janganlah engkau mengira bahwa lengah terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang yang zalim, sesungguhnya Allah hanya menangguhkan sisksaan atas mereka hingga tibanya hari yang pada waktu itu mata-mata mereka terbelalak, saat itu mereka datang tergesa-gesa dengan mengangkat kepala mereka, sementara mata mereka tidak berkedip dan kalbu mereka kosong.
Dengan demikian, sosok guru adalah mereka yang berada di garis depan dalam melawan dan meluruskan tindakan kedzaliman, baik pribadi maupun kolektif, kedzaliman penguasa atau pemerintah.
Perguruan Al I’anah, 26/11/2024
Nunu A. Hamijaya. Pengasuh Perguruan Islam Al I’anah – KHR Muhammad Nuh Cianjur.
Tidak ada komentar: