PUISI - Salah satu obyek wisata bersejarah di Sulawesi Selatan adalah Taman Arkeologi Leang-Leang yang terletak di di Kabupaten Maros dan Sulawesi Selatan yang menyajikan wisata edukasi tentang kepurbakalaan.
Di taman ini terdapat banyak gua prasejarah yang menyimpan peninggalan arkeologis manusia purba yang unik dan menarik. Para arkeolog berpendapat bahwa beberapa gua yang terdapat di sekitar kawasan tersebut pernah dihuni manusia sekitar 3.000-8.000 tahun SM. Bukti keberadaan ini ditandai dengan lukisan prasejarah berupa gambar babi rusa yang sedang melompat, puluhan gambar telapak tangan yang ada pada dinding-dinding gua. Terdapat 5 buah telapak tangan manusia purbakala yang ditemukan di Gua Pettae, terdapat pula 32 bekas telapak tangan yang ditemukan di Gua Pettae.
Puisi-puisi berikut adalah gubahan seorang tenaga pendidik di UPT SMA Negeri 9 Takalar, Marlina, S.Pd. Selain mengampu mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sesekali Marlina menumpahkan curahan hatinya dalam berbait-bait puisi. Termasuk puisi-puisi ini, selamat menikmati.
#1
Alam Goa Leang-Leang
Goa Leang-Leang
Demikian orang mengenalmu
Ketika menginjakkan kaki di bumimu
Barisan batu yang berjajar rapi
Seolah ikut menyambut dan mengucap selamat datang
Sepanjang jalan menapaki
Tak lelah meskipun terik sang surya kian tak kompromi
Kaki tetap melangkah menyusuri jejak-jejak masa lampau.
Suasana hutan yang alami
Semakin indah dengan sentuhan hati dan tangan yang ramah, peduli padanya.
Lukisan telapak tangan dan babi rusa yang menghiasi dinding goa
Adalah jejak sejarah yang dalam makna
Tak terlupakan dalam sejarah peradaban manusia.
Bangga dan takjub serta haru, padu dalam rasa
Bila bercengkrama di alam Goa Leang-Leang
Ada kisah, banyak cerita
Yang terangkum di dalam sana
Terima kasih Tuhan atas anugerahMu
Semoga alam Goa Leang-Leang tetap lestari.
#2
Mengapa?
Sedih, kecewa berkecamuk
Ketika engkau tak dianggap
Engkau ada tapi diabaikan
Engkau ada tapi tak sepadan dengan Oemar Bakri yang dulu pernah ada
Saat ini...
Tutur katamu bagaikan angin berlalu
Menjadi tornado yang akan menghempaskanmu dalam kehinaan
Kharismamu bagaikan sandal jepit usang
Yang dipasang di kaki, akhirnya tak punya harga
Keteladananmu bagaikan cermin retak seribu yang tak punya makna
Engkau adalah orang-orang pilihan
Ditakdirkan untuk tugas mulia
Bukan berarti engkau makhluk yang sempurna
Tetap ada cela, salah, khilaf dalam langkahmu
Tetapi hati ini tetap luka, perih
Ketika engkau dihina, dicaci dan diabaikan
Tanpamu dunia akan suram
Hidup akan kehilangan lentera
Sang nakhoda tak punya arah
Tak ada ada dalam peradaban
Tetapi mengapa engkau tetap dihina, dicaci dan diabaikan?
Siapa yang akan memberimu atap ketika hujan?
Di mana engkau akan berteduh dan berlindung saat badai?
Keluhmu, perihmu, di mana engkau akan sandarkan?
Mengapa engkau kian tersudut dalam mengemban tugas mulia?
Selalu menjadi biang dari masalah
Tertusuk sendiri duri dari jalan yang engkau lapangan
Mengapa...?
#
Dari Leang-Leang ke Bantimurung
Dari Leang-Leang ke Bantimurung
Sebuah perjalanan wisata yang mengedukasi
Sungguh pengalaman yang menyenangkan hati
Rasa penat, jenuh tergantikan rasa gembira dan riang
Dari Leang-Leang ke Bantimurung
Semua menyatu dalam ruang dan waktu
Tanpa perbedaan
Hiruk pikuk salam mengolah rasa, menguatkan logika hingga tadabbur alam
Dari Leang-Leang ke Bantimurung
Tercipta canda tercipta tawa
Terajut kebersamaan dalam ketidaksempurnaan
Akan terkenang dalam bingkai persaudaraan.
Kece, kakak!
BalasHapusMana tulisanmu? Ayolah...
HapusMana tulisanmu? Ayolah...
Hapus